Subscribe:

About Me

Foto Saya
hanafia pahardini
Bagaimana aku? Seperti apa aku? Biar kamu yang memutuskan.. ^-^
Lihat profil lengkapku

Rabu, 30 Januari 2013

Abu-Abu (part 2 of 3)



“aku selalu jujur. Ga ada yang aku tutupi kalo sama pacar. Iya kan Vi?”
“ya ga tau. Kita kan ga pacaran…”
“oh iya,, lupa..”
                Vio tersenyum mengingat percakapannya tadi siang dengan Rei. Entah mengapa dia menjadi lebih bersemangat menjalani hari sejak pertemuannya dengan Rei. Padahal Rei juga yang selalu membuatnya bimbang akan hatinya sendiri. Rei-lah yang membuat Vio selalu berdiri di atas abu-abu langkahnya. Jam kecil di meja belajarnya sudah menunjukkan pukul 00.19. Vio memejamkan matanya. “ayolah tidur”, bisiknya. Namun pikirannya masih enggan beristirahat, malah membawanya menelusuri hari-hari yang telah dia lewati bersama Rei.
“Violet, aku sayang kamu. Aku cinta kamu”, kata Rei beberapa bulan lalu
Belum selesai Vio mencerna kata-kata itu, Rei kembali berujar “tapi aku ga bisa pacaran ma kamu”.
                Sering kali Vio memutar kembali adegan itu di pikirannya. Tapi hingga saat ini pun ia masih tak bisa mengerti jalan pikiran Rei. “kalau ga bisa pacaran, kenapa juga musti bilang sayang, bilang cinta!”, omel Vio dalam hati. Dirinya kesal. Merasa dipermainkan oleh Rei. Vio bingung, hubungan apa yang sedang dijalaninya bersama Rei. Pernah suatu ketika Dina, temen Vio, bertanya, “Vi, kamu pacaran sama Rei ya?”. Vio sebenarnya bingung menamakan apa hubungannya dengan Rei. Yang jelas, bukan pacaran. Lantas Vio menjawab tegas pertanyaan Dina “Enggak ko! Aku sama Rei ga sedeket itu”. Hari berikutnya, Vio mendapati Rei dengan wajah cemberut.
“Kenapa Rei?” tanya Vio
“Ko kamu bilang ke Dina kalo kita ga deket?” Rei balik tanya
“Ya ampun Rei,, Dina tanya apa aku pacaran sama kamu. Aku kasih tau Dina kalo kita ga pacaran. Kita emang ga pacaran kan?”
“Ya tapi ga perlu setegas itu ngomongnya sama Dina”, kata Rei
Vio menghela nafas. Berharap beban hatinya akan berkurang seiring dengan hembusan nafas yang dihelanya. Rei Rei Rei… Selalu satu nama itu yang tak pernah absen dari pikiran Vio. Rei yang manja, Rei yang kekanakan, tapi Rei selalu bisa membuat Vio kagum dengan hal-hal tak terduga. Seringkali Vio merasa lelah dengan hubungan abu-abu yang dijalannya. Serba ga jelas dan terlihat samar. Beberapa kali Vio mencoba membatasi interaksinya dengan Rei. Ketika Rei pergi berhari-hari berkelana untuk berburu foto dengan kameranya, Vio selalu merenungkan tentang dirinya dan Rei. Saat jauh dari Rei, Vio bertekad dalam hati. Perjelas hubungan dengan Rei! Apapun yang akan terjadi nanti, hadapi! Kalaupun Vio harus kehilangan Rei yang masih bersikeras tak ingin pacaran, itu resiko. Tapi tekad hanyalah tekad. Saat Rei muncul kembali dengan setumpuk cerita yang selalu diawali dengan kalimat “Capek Vi,, tapi….”, Vio akan segera melupakan tekadnya dan berharap kebersamaannya dengan Rei tak segera berakhir. Vio tak  pernah bisa jauh dari Rei. Itu juga lah yang membuat Vio semakin kesal. “Cuman cowok ga jelas kayak gitu aja ko disayang!”, lagi-lagi Vio mengomeli diri sendiri. 
                Malam semakin larut. Vio masih termenung memandangi langit-langit kamar. “Biarkan saja megalir apa adanya, Violet”, katanya pada diri sendiri. Entah akan bermuara di mana hubungannya dengan Rei, Vio tak tau. Untuk saat ini, dia hanya ingin mengikuti ke mana arus membawa dirinya pergi. Vio meraba meja kecil di samping tempat tidurnya. Berharap musik dapat menenangkan pikirannya dan membuatnya tertidur, Vio meraih ipod kecil dan memasangkan earphone ke telinganya. Sambil memejamkan mata, Vio menekan tombol “play”.

seperti biasa aku diam tak bicara, hanya mampu pandangi bibir tipismu yang menari
sepert biasa aku tak sanggup berjanji, hanya mampu katakan aku cinta kau saat ini
(entah-iwan fals)





part 1 - violet
part 3 - jingga 

2 komentar: