“aku selalu jujur. Ga ada yang aku tutupi kalo sama pacar.
Iya kan Vi?”
“ya ga tau. Kita kan ga pacaran…”
“oh iya,, lupa..”
Vio
tersenyum mengingat percakapannya tadi siang dengan Rei. Entah mengapa dia
menjadi lebih bersemangat menjalani hari sejak pertemuannya dengan Rei. Padahal
Rei juga yang selalu membuatnya bimbang akan hatinya sendiri. Rei-lah yang
membuat Vio selalu berdiri di atas abu-abu langkahnya. Jam kecil di meja
belajarnya sudah menunjukkan pukul 00.19. Vio memejamkan matanya. “ayolah
tidur”, bisiknya. Namun pikirannya masih enggan beristirahat, malah membawanya
menelusuri hari-hari yang telah dia lewati bersama Rei.
“Violet, aku sayang kamu. Aku
cinta kamu”, kata Rei beberapa bulan lalu
Belum selesai Vio mencerna
kata-kata itu, Rei kembali berujar “tapi aku ga bisa pacaran ma kamu”.
Sering
kali Vio memutar kembali adegan itu di pikirannya. Tapi hingga saat ini pun ia
masih tak bisa mengerti jalan pikiran Rei. “kalau ga bisa pacaran, kenapa juga
musti bilang sayang, bilang cinta!”, omel Vio dalam hati. Dirinya kesal. Merasa
dipermainkan oleh Rei. Vio bingung, hubungan apa yang sedang dijalaninya
bersama Rei. Pernah suatu ketika Dina, temen Vio, bertanya, “Vi, kamu pacaran
sama Rei ya?”. Vio sebenarnya bingung menamakan apa hubungannya dengan Rei.
Yang jelas, bukan pacaran. Lantas Vio menjawab tegas pertanyaan Dina “Enggak
ko! Aku sama Rei ga sedeket itu”. Hari berikutnya, Vio mendapati Rei dengan
wajah cemberut.
“Kenapa Rei?”
tanya Vio
“Ko kamu
bilang ke Dina kalo kita ga deket?” Rei balik tanya
“Ya ampun
Rei,, Dina tanya apa aku pacaran sama kamu. Aku kasih tau Dina kalo kita ga
pacaran. Kita emang ga pacaran kan?”
“Ya tapi ga
perlu setegas itu ngomongnya sama Dina”, kata Rei
Vio menghela
nafas. Berharap beban hatinya akan berkurang seiring dengan hembusan nafas yang
dihelanya. Rei Rei Rei… Selalu satu nama itu yang tak pernah absen dari pikiran
Vio. Rei yang manja, Rei yang kekanakan, tapi Rei selalu bisa membuat Vio kagum
dengan hal-hal tak terduga. Seringkali Vio merasa lelah dengan hubungan abu-abu
yang dijalannya. Serba ga jelas dan terlihat samar. Beberapa kali Vio mencoba
membatasi interaksinya dengan Rei. Ketika Rei pergi berhari-hari berkelana
untuk berburu foto dengan kameranya, Vio selalu merenungkan tentang dirinya dan
Rei. Saat jauh dari Rei, Vio bertekad dalam hati. Perjelas hubungan dengan Rei!
Apapun yang akan terjadi nanti, hadapi! Kalaupun Vio harus kehilangan Rei yang
masih bersikeras tak ingin pacaran, itu resiko. Tapi tekad hanyalah tekad. Saat
Rei muncul kembali dengan setumpuk cerita yang selalu diawali dengan kalimat
“Capek Vi,, tapi….”, Vio akan segera melupakan tekadnya dan berharap
kebersamaannya dengan Rei tak segera berakhir. Vio tak pernah bisa jauh dari Rei. Itu juga lah yang
membuat Vio semakin kesal. “Cuman cowok ga jelas kayak gitu aja ko disayang!”,
lagi-lagi Vio mengomeli diri sendiri.
Malam
semakin larut. Vio masih termenung memandangi langit-langit kamar. “Biarkan
saja megalir apa adanya, Violet”, katanya pada diri sendiri. Entah akan
bermuara di mana hubungannya dengan Rei, Vio tak tau. Untuk saat ini, dia hanya
ingin mengikuti ke mana arus membawa dirinya pergi. Vio meraba meja kecil di
samping tempat tidurnya. Berharap musik dapat menenangkan pikirannya dan
membuatnya tertidur, Vio meraih ipod kecil dan memasangkan earphone ke
telinganya. Sambil memejamkan mata, Vio menekan tombol “play”.
seperti biasa aku diam tak bicara, hanya mampu pandangi bibir tipismu
yang menari
sepert biasa aku tak sanggup berjanji, hanya mampu katakan aku cinta
kau saat ini
(entah-iwan fals)part 1 - violet
part 3 - jingga
curhatttttt niiii :D
BalasHapusora yo Ul....
BalasHapusitu dikutip dari berbagai sumber...
:P